Hak Warisan Anak

membagikan hak warisan anak

Table of Contents

Hak waris anak adalah hak yang diperoleh oleh anak atas harta peninggalan orang tuanya yang meninggal dunia. Hak waris anak diatur dalam hukum Islam, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Islam (KUH Perdata Islam) atau Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Menurut KHI, anak adalah ahli waris yang berhak menerima warisan dari orang tuanya. Anak yang berhak menerima warisan adalah anak yang sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah. Anak yang tidak sah, yaitu anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah, tidak berhak menerima warisan.

Berapa Persen Pembagian Warisan ?

Besaran bagian warisan yang diterima oleh anak diatur dalam Pasal 177 KHI. Besaran bagian warisan anak ditentukan oleh jenis kelamin anak dan jumlah anak. Jika anak laki-laki dan perempuan ada bersama-sama, maka bagian anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan. Jika hanya ada anak laki-laki, maka anak laki-laki tersebut berhak menerima seluruh harta warisan. Jika hanya ada anak perempuan, maka anak perempuan tersebut berhak menerima dua pertiga harta warisan.

Anak yang telah meninggal dunia sebelum orang tuanya, juga berhak menerima warisan. Namun, bagian warisan yang diterima oleh anak yang telah meninggal dunia tersebut akan diberikan kepada ahli warisnya, yaitu anak-anak dari anak tersebut.

Pembagian warisan kepada anak harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Orang tua harus memperhatikan kepentingan semua anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Orang tua tidak boleh hanya mementingkan salah satu anak saja.

Jika terjadi perselisihan dalam pembagian warisan, maka dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Perselisihan pembagian warisan dapat diselesaikan di Pengadilan Agama.

Referensi Hukum

Berikut ini beberapa referensi undang-undang tentang hak waris anak di Indonesia:

  1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (Burgerlijk Wetboek, atau BW) merupakan sumber utama hukum waris di Indonesia. Itu diadopsi dari Belanda pada tahun 1847 dan telah diubah beberapa kali sejak saat itu. BW mengatur sistem pewarisan paksa, yang berarti ahli waris tertentu berhak mendapat bagian dari warisan, meskipun orang yang meninggal telah meninggalkan wasiat.
  2. Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 juga memuat ketentuan tentang pewarisan. Dinyatakan bahwa anak-anak yang lahir di dalam atau di luar perkawinan memiliki hak yang sama untuk mewarisi dari orang tuanya.
  3. Undang-Undang Peradilan Agama tahun 2004 mengatur tentang pembentukan Peradilan Agama yang berwenang menangani masalah waris dan masalah hukum keluarga lainnya. Pengadilan agama menerapkan hukum dan peraturan agama yang bersangkutan dalam kasus pewarisan.
  4. Selain undang-undang tersebut, ada juga beberapa peraturan yang mengatur tentang pewarisan di Indonesia. Ini termasuk:
Artikel Terkait
Hukum Perkawinan Agama Khonghucu

Dengan disahkan Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, hukum perkawinan agama Khonghucu dikeluarkan

id_IDIndonesian